Menelisik Pesan Sosial Poligami dalam KHI
Keywords:
KHI, Poligami, sosialAbstract
Perkawinan poligami tidak dilakukan berdasar pada alasan-alasan yang ditentukan oleh perundang-undangan, melainkan karena alasan-alasan lain termasuk untuk pemenuhan kebutuhan biologis saja. Seseorang bisa saja membuat alasan dengan menganggap pasangannya tidak mampu memberikan kepuasan batin. Padahal dalam praktiknya melakukan pernikahan poligami tidak mudah, hal ini dikarenakan banyaknya persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi seorang suami sebelum melakukan poligami. Islam menberikan syarat yang sangat ketat apabila hendak melakukan pernikahan poligami, yakni harus bersifat adil, apabila tidak mampu maka hal ini diharamkan dan jumlah istri yang diperbolehkan untuk dinikahi maksimal empat orang saja, dengan catatan apabila yang sanggup dipenuhi oleh sang suami hanya tiga orang istri maka haram baginya menikah dengan empat orang istri. Jika ia hanya sanggup memenuhi hak dua orang istri maka haram baginya menikah dengan tiga orang istri. begitu juga apabila khawatir berbuat zalim dengan menikahi dua orang istri, maka haram baginya untuk melakukan poligami. Untuk syarat poligami banyak terjadi perdebatan mengenai masalah ini, mulai dari masyarakat, cendikiawan, para akademisi, termaksud para ulama, ada yang pro dan ada kontra. Salah satu yang kontra terhadap syarat poligami adalah Musdah Mulia ia menyatakan bahwa “terjadi ketidak-seimbangan syarat yang ada di dalam KHI terutama pada pihak perempuan/istri yang mana sangat melemahkan posisi sang istri. Hal ini dikarenakan apabila istri tidak mau memberikan izin poligami pengadilan dapat menetapkan pemberian izin hal ini tertera dalam Pasal 59 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Berkenaan dengan hal ini, maka dua hal yang menjadi temuan peneliti, Pertama. Norma hukum poligami dalam KHI menunjukan bahwa pasal-pasal atau ketentuan-ketentuan tersebut lebih dimaksudkan untuk bersifat umum, abstrak dan berlaku terus menerus atau dengan kata lain norma pasal poligami yang terdapat pada Kompilasi Hukum Islam bersifat peraturan perundang-undangan (regelingen) dan bukan bersifat penetapan (beschiking). Kedua. Putusan hakim tentang poligami dengan menggunakan ketentuan pasal Kompilasi Hukum Islam dikarenakan KHI dipandang sebagai fikih khas Indonesia yang merupakan hasil ijma para ulama Indonesia dan sesuai dengan masyarakat muslim Indonesia. Disamping itu KHI merupakan hukum yang hidup ditengah-tengah masyarakat muslim Indonesia. Dengan hal ini para hakim Pengadilan Agama hampir tidak pernah menyampingkan ketentuan yang ada dalam KHI untuk memutuskan perkara Poligami.