Implikasi Pembatalan Hibah (Suatu Tinjauan Hukum Islam)

Authors

  • Zumiyati Sanu Ibrahim Fakultas Syariah IAIN Sultan Amai Gorontalo

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk mendeksripsikan pengaturan hibah dalam Undang-undang dan Hukum Islam. Menganalisis pertimbangan hakim dalam hal pembatalan hibah serta akibat hukum terhadap pembatalan hibah. Metode penelitian yang digunakan dalam mengkaji tulisan ini adalah Metode pendekatan yang penulis gunakan dalam penyusunan penulisan hukum ini adalah pendekatan hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan (library research), yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Dalam hal ini, penelitian ini adalah deskriptif analitis, yaitu menggambarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku berkaitan dengan teori- teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Islam mengajarkan meskipun berbuat baik kepada orang lain namun kita tidak boleh berlebihan dan tidak mengenyampingkan kepentingan kita. Selain itu meskipun syarat-syarat itu telah terpenuhi untuk sahnya hibah haruslah dilakukan dihadapan dua orang. Hal ini bertujuan untuk memberitahuan kepada seseorang tentang apa yang telah dilakukan. Karena saksi akan mengatakan apa yang ia lihat, ia dengar dan ia mengetahui apa yang terjadi Pasal 210 (2) KHI, berbunyi: Harta benda yang dihibahkan harus merupakan hak dari penghibah. Dalam praktek pelaksanaan hibah saat ini khususnya penghibahan atas tanah dan rumah, selalu di pedomani ketentuan yang tersebut dalam pasal 1682 dan 1687 KUH Perdata, yaitu adanya formalitas dalam bentuk akta Notaris. Sedangkan benda yang dihibahkan tersebut berbentuk tanah yang sudah mempunyai sertifikat, maka penghibahan atas barang-barang yang bergerak tidak ada formalitas  yang harus diikuti dan sah dengan cara penyerahan lansung kepada penerima hibah. Pertimbangan  hakim dalam perkara pembatalan hibah sesuai dengan pasal 212 KHI dan ketentuan pasal 712 Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah. Pasal di atas di tafsirkan bahwa penghibah tidak dapat menarik kembali harta hibahnya setelah penyerahan dilaksanakan, meskipun ada pengecualian hibah orang tua terhadap anaknya namun didalam pasal tersebut tersirat bahwa bisa pula hibah itu ditarik dengan syarat sepanjang si penerima menyetujuinya, hal ini berlaku untuk hibah secara umum namun tidak berlaku untuk hibah orang tua kepada anaknya.

Downloads

Published

2021-10-01

Issue

Section

Articles