Diskursus hukum Islam di Indonesia

Penulis

  • Dr. H. Lahaji, M.Ag IAIN Sultan Amai Gorontalo
  • Kamaruddin STAIN Kendari
  • Abdul Haris Abbas STAIN Ternate
  • Aida Humaira UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
  • Muh. Fudhail Rahman UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Abstrak

Para penulis menghadirkan buku  diskursus tentang hukum Islam ISBN no 978-623-93168-7-7 yang berkembang di Indonesia. Pertama berjudul Politik hukum pelembagaan peradilan agama di Indonesia. Secara historis, tampak dipermukaan betapa nuansa politik memang selalu menyertai sejarah peradilan agama. Pada masa kerajaan Nusantara dan kerajaan Melayu, lembaga peradilan agama dapat eksis, karena didukung oleh kehendak politik penguasa/raja. Demikian pula sebaliknya, pada masa kolonial, lembaga ini cenderung dimarginalkan karena kepentingan politik hukum kolonial Apa yang terjadi pada fase awal kemerdekaan, juga menguatkan tesis tersebut. Karena tidak terbangunnya hubungan yang simbiosis mutualistik antara Islam dan negara, maka sulit bagi negara bersikap akomodatif terhadap kepentingan umat Islam.

Kedua berjudul Beragam norma hukum dalam penerapan waris; Persamaan dan latar belakang persamaan perbandingan sistem hukum waris adat, hukum waris Islam dan hukum waris perdata Barat (BW)  adalah memberi pemaknaan sama dengan tujuan hukum waris merupakan suatu hukum yang mengatur tentang bagaimana mengalihkan suatu harta dari si mayit kepada ahli warisnya

Perbedaan dan latar belakang perbedaan perbandingan sistem hukum waris adat, Islam dan perdata Barat adalah suatu perbedaan diawali cara pandang mereka dari sumber dimana mengambil hukum tersebut, baik dari asas-asas, prinsip-prinsip, serta cara pembagian atau bagian masing-masing dariahli waris.

Ketiga berjudul  Hukum Islam dalam hukum nasional. Dalam upaya penerapan hukum Islam di Indonesia, terdapat empat teori pemikiran mengenai penerapan hukum Islam (syari'at) di Indonesia: a)Teori pemikiran formalistik-legalistik; b)Teori Pemikiran Strukturalistik; c)Teori Pemikiran Kulturalistik; c)Teori Pemikiran Subtantialistik-Aplikatif. Dari segi orientasi penerapannya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok. Orentasi pertama memang sangat idealistis dalam konteks Islam, tapi kurang realistis dalam konteks masyarakat dan bangsa Indonesia yang sangat plural. Sedangkan orentasi kedua sangat idealistis dalam konteks keindonesiaan tapi kurang realistis dalam konteks Islam, yang ajarannya tidak memisahkan antara agama dengan negara. Tarikan yang kuat terhadap salah satu orientasi akan mengakibatkan semakin kuatnya tarikan ke arah orientasi yang berlawanan, dan bahkan akan menimbulkan konflik internal yang lebih besar. Oleh karena itu, diperlukan jalan tengah di antara keduannya, yakni menjadikan Islam sebagai sub- ideologi bagi Pancasila

Strategi upaya integrasi hukum Islam bagi pembinaan hukum nasional harus didukung oleh tiga komponen dengan berbagai persaratan yakni: (1) komponen struktur, (2) komponen subtansi, dan (3) komponen kultur. Dengan ketiga komponen tersebut, maka yang menjadi garapan umat pada masa-masa mendatang tidak saja pada bidang-bidang hukum privat, tetapi juga bidang hukum yang menyangkut sektor publik Dengan demikian, hukum Islam akan mempunyai posisi tawar yang tinggi dalam proses transformasi bagi pembinaan hukum nasional

Judul keempat istihsan dalam proses  istinbat hukum. Istihsan sebagai metode dalam berijtihad adalah termasuk dalil hukum yang masih diperselisilikan penggunaannya di kalangan ulama usul. Perbedaan pendapat dalam penggunaannya bukan hanya disebabkan oleh perbedaan dalam mengartikannya, tetapi memang berbeda dalam menempatkannya sebagai suatu dalil yang berdiri sendiri.

Istihsan beserta implikasinya yang mencakup penjelasan tentang pengertian (secara bahasa dan istilah) menurut ulama yang mendukung maupun yang menolak istihsan, macam-macam istihsan, dalil kehujjahan istihsan, sejarah perkembangan istilisan sebagai sumber hukum, perdebatan ulama tentang kehujjahan istihsan, dan penerapan istihsan dalam hukum kontemporer.

Tulisan terakhir berjudul Bai' salam dalam transaksi muamalat. Dalam transaksi jual beli di lembaga keuangan syariah dewasa ini, dapat dilihat penerapannya bahwa di samping jual beli murabalah, dikenal pula dengan jual beli salam (ban salam). Jual beli yang bermakna jual beli pesanan ini hampir tidak ditemukan dasarnya dalam sejarah era Rasulullah secara detil. Bahkan aplikasinya ketika itu sebagaimana yang dikenal saat ini adalah sesuatu yang dilarang. Namun, seiring dengan perjalanan waktu kebutuhan dan kepentingan masyarakat yang besar terhadap aplikasi bai' salam ini, maka di antara ulama membolehkannya atas dasar maslahat dan 'urf. Secara umum, aplikasi ba salam sangat dekat kepada bai istisna, yang kedua-duanya bermakna jual belt pesanan, tapi hanya berbeda pada teluis serahterima bunya dan lama waktu pemesanan.

Unduhan

Diterbitkan

2023-03-28