Kedudukan Anak Lahir di Luar Nikah dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif

Main Article Content

Hamid Pongoliu

Abstract

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak yang lahir dari perkawinan yang sah secara syariat dan sah menurut Undang-undang adalah: anak yang lahir dari perkawinan yang sah secara syariat dan mengikuti prosedur Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1974. Sedangkan anak yang lahir dari perkawinan yang sah secara syariat dan tidak tercatat adalah anak yang lahir dari perkawinan yang sah secara syariat dan dilakukan di luar prosedur pada pasal 2 ayat 2. Adapun anak yang lahir dari perkawinan yang sah menurut hukum Islam dan tidak tercatat menurut Undang-Undang Perkawinan, tidak masuk dalam kategori anak lahir di luar nikah. Sebab anak yang lahir diluar nikah adalah anak yang lahir dari hubungan antara pria dengan wanita tanpa ada ikatan perkawinan. Menurut pendapat mayoritas ulama, jika anak itu lahir setelah enam bulan dari perkawinan ibu dan bapaknya, maka anak itu dinasabkan kepada bapaknya, jika anak itu dilahirkan sebelum enam bulan, anak itu dinasabkan kepada ibunya saja. Menurut Syafi’i, anak yang lahir di luar nikah akan mempunyai akibat hukum, yaitu: (1) tidak adanya hubungan nasab dengan bapaknya; (2) bapaknya tidak wajib memberikan nafkah kepada anak itu; (3)tidak ada saling mewarisi dengan bapaknya; (4) dan bapak tidak dapat menjadi wali nikah bagi anak di luar nikah bila anak itu perempuan. Selain itu, berdasarkan hukum Islam bila terjadi perkawinan antara suami dan istri secara sah, kemudian istri mengandung, melahirkan anaknya, maka suami dapat mengingkari keberadaan anak itu apabila: (1) Istri melahirkan anak sebelum masa kehamilan; (2) dan melahirkan anak setelah lewat batas maksimal masa kehamilan dari masa perceraian. Adapun berkenaan dengan Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2012 dapat dikatakan sudah sesuai dengan hukum Islam. Sebab pengertian di luar nikah dari perkawinan yang tercatat sama pengertiannya dengan anak zina. Namun dalam hukum Islam bukan anak zina selama selama terpenuhi rukun dan syarat nikah secara syar’i. Dengan demikian, putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2012 tanggal 17 Februari 2012 yang menyatakan bahwa anak yang lahir dari perkawinan Machica dan Moerdiono tidak dapat disamakan dengan anak yang lahir di luar nikah. Anak itu lahir dari perkawinan yang sah menurut hukum Islam, walaupun tidak tercatat menurut Undang-undang Perkawinan

Article Details

How to Cite
Pongoliu, H. (2013). Kedudukan Anak Lahir di Luar Nikah dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif. Al-Mizan (e-Journal), 9(1), 115–134. Retrieved from https://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/am/article/view/141
Section
Articles