Jaringan Islamisasi Gorontalo (Fenomena Keagamaan dan Perkembangan Islam di Gorontalo)

Penulis

  • Mashadi Mashadi IAIN Sultan Amai Gorontalo
  • Wahidah Suryani

DOI:

https://doi.org/10.30603/au.v18i2.555

Kata Kunci:

gorontalo, Islamisasi, studi islam gorontalo

Abstrak

 Dalam artikel ini, para penulis berpendapat bahwa Kota Gorontalo yang diperkirakan lahir sebagai pusat pemerintahan sejak tahun 1728 M, atau tepatnya 06 Sya’ban 1140 H telah menjadi “kota Islam”. Sultan Amai, raja dari utara yang ke II Kerajaan Gorontalo pada tahun 1525 diyakini menjadi peletak pertama tonggak Islam di negeri ini. Raja Matolodulakiki menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaan pada zaman pemerintahannya, dengan prinsip: “Adati hula-hulaa to saraa, saraa hula-hulaa to Qur’ani”. Peleburan Islam dan negara dan adat lantas disempurnakan oleh Raja Eyato, sejak tahun 1673. Selanjutnya, Sultan Botutihe menengaskan proses islamisasi dengan memindahkan pusat pemerintahan dari Dungingi ke lokasi baru, yakni kawasan kompleks Mesjid Agung Baiturrahim Kota Gorontalo saat ini. Mesjid ini kemudian menjadi tonggak sejarah pemerintahan dan pusat agama. Secara empiris dapat dikatakan bahwa hubungan antara negara, agama dan adat sudah sedemikian kuat di Gorontalo. Prinsip penyebaran Islam pada masa ini melahirkan suatu perkembangan baru yakni “adat yang di Islam-kan atau Islam yang diadat-kan”. Selanjutnya, jaringan Islamisasi pada abad ke-19 sampai zaman sekarang ditandai dengan berdirinya beberapa organisasi dan institusi seperti: AL-Huda, Al-Khairat, Muhammadiyah dan NU.

Diterbitkan

2018-12-01

Terbitan

Bagian

Articles